Perjuangan Tembus di Universitas Hasanuddin Makassar dengan
Background Keluarga Petani
Ketika matahari mulai
tenggelam kodokpun mulai bergemuruh dengan suara dentumannya. Kodok seolah-olah
mengingatkanku akan keberadaan dikampung halaman tercinta “Lacolo, Desa Timusu Kec. Ulaweng Kab. Bone.” Yah di Desa itulah orang tuaku berdomisili dan menjalani
kerasnya hidup ini, bagaimana mungkin saya tidak mengatakan keras, kalau untuk mendatangkan selembar kertas harus banting tulang dan peras
keringat. Sebagai anak aku hanya bisa mengolah kata rindu itu menjadi kata yang
sangat pantas diutarakan kepada sosok pahlawan sejati dalam hidupku. Ayah dan Ibu rela menghabiskan waktunya demi mengais
rupiah demi rupiah agar anaknya bisa menjadi anak yang Pattola Palallo (bahasa bugis) atau mengalami mobilitas vertikal.
Ayah, ibu ketika mengingatmu diri ini terkadang tak mampu membendung air mata. Pada
saat suara beduk mulai terdengar sebagai tanda bahwa waktu magrib telah masuk,
saat itu pula aku sering menunggu perintahmu untuk melaksanakan kewajiban
sebagai muslim (sholat). Akan tetapi perintah itu hanyalah utopis semata sebab, kita dipisahkan oleh jarak yang bukan main jauhnya. Rasa
lapar, lelah dan haus tak kupedulikan lagi resikonya sewaktu mengingat
perjuanganmu, yang peras keringat
demi untuk membiayai jiwa
penyemangatmu ini. Semua itu kau
lakukan agar kutetap bisa terus
mengarungi dan mengenyam
dunia intelektual. Meskipun busanamu sudah tak layak lagi dipakai, tapi kau tetap bersikeras tidak menggantinya, supaya bisa menyisipkan uang untuk biaya hidup dan
kuliah di kota Daeng (Makassar).
Bermula di tahun 2013
saya menginjakkan kembali kakiku untuk yang kedua kalinya di Makassar setelah
tahun 2007, waktu itu masih berkecimpung di SD (Sekolah Dasar). Setelah
mengikuti empat jalur masuk di UNM (Universitas Negeri Makassar) mulai dari
jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) atau jalur
undangan, SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) atau jalur
tulis, jalur Bidikmisi (khusus untuk kalangan keluarga kurang mampu), dan yang
terakhir yaitu jalur Mandiri. Sepertinya rejeki untuk kuliah di UNM tidak
berpihak kepada saya karena tidak pernah tersangkut sekalipun. Yah pupuslah
impianku kuliah di UNM di tahun 2013 setelah tereliminasi dari semua jalur yang
kuikuti.
Dilema pun menghantui
mesti kuliah dimana lagi, mau ambil formulir di UMM (Universitas Muhammadiyah
Makassar) pendaftaran sudah tertutup. Kebetulan teman seperjuangan yang juga
tidak lulus mengambil formulir di UIT (Universitas Indonesia Timur) Makassar,
saya pun juga tertarik ambil formulir. Setelah jadwal tes selesai selang
beberapa hari akhirnya pengumuman keluar dan saya diterima di kampus tersebut,
kampus yang berturut-turut dari tahun 2006, 2007, dan 2008 dapat predikat
dengan kampus penerimaan Maba (mahasiswa baru) terbanyak di kawasan Indonesia
Timur, mengalahkan semua Universitas Negeri maupun Swasta yang ada di Indonesia
Timur. Suatu kesyukuran juga bisa menjadi bagian dari kampus tersebut.
Alhamdulillah, akhirnya
impian kuliah di Makassar terealisasikan juga meskipun bukan kampus favoriteku
saat itu. Yah, saya telah berhasil melewati masa-masa krusial, dimana banyak
sekali rintangan yang harus dilalui termasuk melewati hasutan orang yang tidak
bertanggung jawab yang mau menjatuhkan semangatku untuk kulaih di Makassar.
Sampai-sampai dia mengatakan kepada orang tuaku “kira-kira mulle mua pakkulia ana’mu di Juppandang namuto pakkamaja
listrik muapparengi toi waja’I.” (bahasa bugis) atau Apakah kamu sanggup
membiayai anakmu kuliah di Makassar? Biar biaya listrik sulit kau bayar. Waktu
orang tuaku ditanya seperti itu dia hanya tertunduk lesu. Saya hanya mengatakan
jangan didengar orang seperti itu ”don’t save in heart”, tidak bisa kita
pungkiri bahwa memang ada orang yang tidak senang melihat kita bahagia. Insya
Allah jika ada kemauan disitu pasti ada terselip jalan keluar “road to exit”.
Pada hari pertama
kuliah, kami dikumpulkan masing-masing perkelas dan memperkenalkan diri. Yah,
di kampus itulah kami bertemu dengan teman-teman dari berbagai pelosok
nusantara. Keakraban pun mulai terjalin diantara kami sesama mahasiswa baru.
Diawal-awal perkuliahan kami disibukkan oleh pengaderan lintas fakultas yang
dimana outdoornya keluar daerah tepatnya di Jenneponto. Setelah pengaderan
selesai keakraban pun semakin terjalin dengan baik. Dikampus tersebutlah kami
bersama dengan teman-teman menuntut ilmu pengetahuan. Meskipun ruangannya gerah
karena AC yang kurang mendukung, tapi bagi kami itu bukan sebuah hambatan untuk
menerima ilmu dari dosen. Tidak terasa berjalannya kuliah memasuki waktu final.
Alhamdulillah hasil finalku di semester awal tidak mengecewakan.
Memasuki semester II,
perasaan jenuh sesekali menghantui dengan biaya kuliah yang tinggi yang
berbanding terbalik dengan fasilitas yang kami dapat. Ditambah lagi dengan
kondisi ekonomi keluarga yang sepertinya kurang menndukung. Berhubung pekerjaan
orang tua hanya petani yang berpengasilan rendah. Kondisi yang kualami, harus
saya taktisi dengan cara apapun yang penting dengan cara yang baik. Sehingga
memutuskan untuk kuliah sambil kerja agar kiranya bisa menutupi kebutuhan
ekonomi dan membantu kedua orang tua untuk biaya pendidikan. Dan pada saatnya
saya pergi membawah surat lamaran kerja di Olala Murah (Jl. Perintis
Kemerdekaan km 10). Alhamduliallah kebetulan perusahaan tersebut sedang butuh
karyawan dan bersiap menerima karyawan meskipun sedang kulaih. Terjawablah
doa-doa selama ini dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.
Impian semasa SMA
(Sekolah Menengah Atas) telah terealisasi bisa kuliah sambil kerja sampingan.
Meskipun sulit karena ketika pulang kuliah harus langsung ke tempat kerja.
Tidak bisa saya hindari bahwa saya mengalami banyak kendala, ketika waktu
kuliah bentrok dengan jadwal kuliah maka saya harus mengorbankan salah satunya.
Yah, memang tidak mudah menjalani kuliah sambil kerja tapi itulah jalan yang harus
saya tempuh. Saya bersama dengan teman-teman seatap kampus disela-sela waktu
kuliah sering kami cerita-cerita mengenai hasratnya untuk pindah kampus,
mencari petualangan baru yang lebih menarik. Dan bukan tanpa alasan saya juga setuju,
selain factor ekonomi yang kurang memadai berhubung pembayarannya yang kurang
bersahabat, juga saya sangat tertarik dengan kampus Merah Unhas yang luar
biasa.
Dengan adanya hasrat
tersebut, konsentrasi menjadi tebelah dan akhirnya saya memutuskan untuk
mengikuti tes lagi. Sekitar kurang lebih satu bulan saya menjalani kuliah
sambil kerja, saya kewalahan mengatur jadwal. Sehingga sering mengorbanka
kuliah, padahal prioritas jauh-jauh meninggalkan halaman rumah menuju ke
Makassar yaitu untuk kuliah. Jadi aku memutuskan untuk berhenti kerja karena
dapat menghambat proses perkuliahan. Sebenarnya saya tidak rela meninggalkan
tempat kerja, karena hubungan kami diantara karyawan begitu baik, akan tetapi
di sudut lain saya harus focus kuliah. Adapun upah yang kudapat dari hasil
kerja, saya gunakan biaya hidup sehari-hari dan menyelipkan sebagian untuk
dipakai mendaftar tes SBMPTN. Dan pada akhirnya kuliahku pun sering kuabaikan
karena merasa tidak peka lagi.
Seiring berjalannya waktu
dalam menggapai impian banyak sekali rintangan yang harus
kupecahkan. Salah satu diantaranya ialah merealisasikan mimpiku untuk tembus di
jurusan Sosiologi Universitas Hasanuddin Makassar. Keseriusanku
agar bisa tembus di Unhas memang tidak main-main, selain persiapan fisik dan
mental aku juga mengikuti bimbingan belajar selama dua hari di Privat Center. Persiapanku tidak hanya sampai di bimbingan, aku juga membeli dua buku
tips-tips tembus di PTN
(Perguruan Tinggi Negeri). Selain itu, aku juga mempelajari soal-soal SBMPTN 2013 dan banyak juga soal-soal saya unduh di Internet. Saking
seriusku mau pindah kuliah, waktu final di UIT Makassar saya tidak perna
belajar dan lebih mementingkan persiapan tes SBMPTN. Sekitar dua bulan sebelum
tes, saya memang sudah buat jadwal pelajaran yang harus saya kuasai. Dalam
sehari jadwal belajarku minimal 3 jam untuk mengupas soal demi soal.
Setelah bimbingan
belajar selesai kepercayaan diriku semakin meningkat. Disitu kami diajarkan
belajar dengan baik, mengatur waktu dan tips-tips tembus di PTN. Pada hari
pertama kami try out SBMPTN dan pada hari kedua diadakanlah pembahasan. Dihari
yang kedua kami dikejutkan oleh motivator handal dan akan memberikan kami
semangat untuk mengawal diri menuju PTN. Setelah motivator menyampaikan
wejangannya dia ceritakan riwayat perjuangannya sehingga bisa sukses. Salah
satu tipsnya yang menggetarkan kami yaitu menulis impian yang akan digenggam
dimasa yang akan datang dan ditempel di dinding kamar kostnya. Suatu ketika
temannya melihat tulisan tersebut, dan mengetawainya karena dianggap
berangan-angan (utopis).
Dari sekian banyak impiannya yang paling menakjubkan
diantara tulisannya yaitu dia memiliki impian untuk mengibarkan sang Merah
Putih di Gunung tertinggi di Jepang, alhasil itu terwujud. Dari kesekian banyak
impian yang ditulis, hanya sedikit yang tidak terpenuhi. Kisah perjuangan membangun
mimpi itulah yang semakin menguatkan diri ini agar memulai dari sekarang untuk
membangun mimpi dan memiliki komitmen yang besar untuk tembus di PTN. Dan tanpa
berlama-lama saya pun ikuti tipsnya untuk menulis impian yang akan saya raih.
Dibalik soal try out SBMPTN itulah yang
dibagikan saya goresi dengan tinta hitam. Saya pun dengan penuh harapan agar bisa
mengikuti jejaknya yang baik, yang bisa menjadi tokoh regenerasi penentu bangsa
dalam mengawal cita-cita sang proklamator (Soekarno) yaitu dapat berdiri diatas
kaki sendiri (berdikari) atau mandiri (independen)
Pertama impian yang harus saya handful (genggam) yaitu
tembus di PTN terkemuka di kawasan Indonesia Timur yaitu UNHAS (Universitas
Hasanuddin) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi. Jurusan
tersebut memang saya idam-idamkan mulai sejak kelas 1 (satu) SMA. Impian kedua,
sebagai calon mahasiswa yang memiliki background (latar belakang) dari kalangan
farmer family (keluarga Petani), dimana penghasilannya yang tidak menetap dan
kurang mencukupi untuk keluarga, maka impian kedua ini saya harus lulus di
beasiswa Bidikmisi. Dimana beasiswa ini mahasiswa dibiayai sampai selesai (Sarjana)
tanpa membayar sepeserpun (free). Jadi mahasiswa hanya belajar, belajar dan
terus belajar. Beasiswa Bidikmisi ini memang diperuntukkan kalangan keluarga
seperti saya (kurang mampu).
Setelah bimbingan belajarku selesai, sebenarnya masih
ada kelas lanjutannya, tapi saya memutuskan untuk tidak memperpanjangnya karena
terkendala dari finansial (money). Selanjutnya kini saatnya belajar dengan cara
saya sendiri (mandiri). Dalam tes SBMPTN itu ada tujuh mata pelajaran yang akan
diujiankan diantaranya TPA (Tes Potensi Akademik), Matematika, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Sosiologi, Geografi dan Ekonomi. Untuk itu saya buat
jadwal perhari permata pelajaran, dengan durasi minimal 3 jam dengan memecahkan
berbagai bentuk soal. Kemudian, setalah sepekan belajar saya melakukan try out
untuk mengetahui sejauh mana saya siap menghadapi tes SBMPTN. Hal tersebut saya
lakukan bukan hanya satu kali saja, tapi
melainkan dengan berulang-ulang. Sampai
tingkat kepercayaan diriku semkin tinggi untuk bisa tembus di PTN favoritku.
Selain belajar dengan cara saya sendiri (mandiri) saya juga sesekali
pergi belajar kelompok di Kost teman, namanya Aswan Mahasiswa FH (Fakultas
Hukum) UNHAS yang berpengalaman di Ujian SBMPTN. Diruangan 3x4 m yang
berdinding tembok dengan cat putih yang penuh dengan goresan impian yang akan
dicapai oleh pemilik kamar, disitulah kami menimbah ilmu bersama dengan
teman-teman seperjuangan yang juga mau ikut tes. Bersama dengan teman-teman
kami melakukan try out dengan durasi yang ditentukan, setelah itu kami bahas
mana jawaban yang dianggap benar dan bagaimana caranya sehingga jawaban itu
bisa benar. Diruangan itulah kami kupas dengan tuntas soal-soal yang dianggap
akan muncul di Ujian nanti. Dalam satu soal kami silih berganti memaparkan
jawaban dan alasan masing-masing. Meskipun sesekali ruangan bergemuruh karena
berselisih paham, tapi itu bukan problem (masalah) bagi kami.
Seminggu sebelum ujian
SBMPTN saya semakin intensifkan belajar. Setelah sholat isya dan makan malam,
mulai star belajar didalam kamar yang sunyi. Untuk menghindari gangguan
suara-suara sumbang maka satu-satunya cara untuk mentaktisinya yaitu menutup
kamar dengan rapat. Di dalam kamar itulah saya fokuskan belajar dan mengupas
soal-soal. Setelah belajar satu sampai dua jam sesekali saya memutar musik atau
melihat video-video lucu untuk mengusir stress dan membangkitkan kembali kefokusanku.
Pernah saya mendapatkan teguran dari teman yang mengatakan, jangan terlalu
serius belajar bro nanti kamu stres. Saya hanya beri feedback (umpan balik)
melihatnya sambil senyum. Dalam benakku lebih baik aku gila karena belajar
daripada menyesal karena menyia-nyiakan waktuku kehal-hal yang kurang
bermanfaat
Sehari menjelang ujian
SBMPTN berbagai persiapan telah kusiapkan, mulai dari setrika baju, meraut
pensil, penghapus, penggaris, sepatu, dan lain sebagainya. Sorenya saya bersama
teman pergi ceklok (cek lokasi) di SMK KARTIKA. Sesampainya di tempat tujuan,
kami bertanya kepada security (satpam) dan memperlihatkan Kartu Peserta.
Setelah ruangannya ditemukan kami langsung masuk kelas. Kebetulan nomor
pesertaku tertera diatas meja paling
belakang. Sebenarnya tidak suka tempat duduk paling belakang karena untuk
mendapatkan konsentrasi itu kurang, tapi itu tidak jadi masalah. Setelah
ditemukan kami bergegas untuk pulang dan mempersiapkan fisik dan mental. Malamnya
saya putuskan tetap belajar untuk mempermantap persiapan ujian besoknya. Tapi
untuk kali ini saya tidak terlalu lama belajar, hanya sekedar merefresh
(memulihkan) pelajaranku, dengan hanya membaca secara sekilas (cepat) tiap mata
pelajaran yang diujiankan.
Hari yang kunanti-nanti
akhirnya sampai juga, saya bergegas bangun sholat kemudian dilanjutkan dengan
mandi terus sarapan. Sebelum berangkat baca doa dulu (doa keluar rumah) dan
merenung yang seolah-olah sedang mengerjakan soal dan lulus di Unhas “filosofis
bugis”. Hal seperti itu saya dapatkan waktu menjelang UN (Ujian Nasional) dari
guru Bahasa Indonesiaku, Andi Budi Harsono S.pd M.pd. Dalam perjalanan menuju
tempat ujian Alhamdulillah tidak ada hambatan yang berarti hanya macet.
Sesampainya ditempat tujuan motorpun berjejeran ditempat parkiran yang tersusun
dengan rapi. Yah, di Sekolah itulah kami bertemu seperjuangan dari berbagai
suku, ras dan agama. Itu menandakan bahwa disekolah tersebut (Smk Kartika)
banyak sekali saingan yang harus kita ungguli jika kita mau masuk di Unhas.
Bersama dengan teman-teman kami langsung mengarah keruangan dan menunggu
pengawas.
Akhirnya pengawas
datang juga sambil membawah berkas (amplop) yang disimpan persis dipinggang
kanannya, dengan bertuliskan Dokumen Negara. Selanjutnya pengawas tersebut
tanpa berlama-lama dan langsung mengarahkan peserta ujian untuk masuk di
ruangan. Setelah ruangan steril dan peserta sudah duduk ditempatnya
masing-masing, pengawas membagikan LJ (Lembar Jawaban) dan memberi waktu kepada peserta sekitar 15 menit untuk
mengisi biodata. Tanpa basa-basi saya pun mengisi biodata dengan teliti yang
disertai dengan kegugupan. Bagaimana mungkin saya tidak gugup kalau salah
sedikit, biodata tidak akan bisa terbaca oleh computer (eror). Otomatis kalau
biodataku eror, maka impianku masuk di Unhas jalur SBMPTN harus saya kubur
dalam-dalam. Dan menunggu lagi dijalur selanjutnnya.
Setelah biodata
selesai, soal-soal pun dibagikan dengan menggunakan jalur atau system kerjasama
pengawas hanya memberikan soal kepada peserta yang berada di bangku depan
kemudian membagikan lagi kebelakang sampai seterusnya. Soalpun sudah berada di
depan mata. Sebelum saya buka soal tersebut, sebagai mahluk yang lemah dan tidak bisa bergerak apa-apa
tanpa kehendak yang Maha Kuasa, maka saya berdoa dulu. Untuk ujian kali ini
berbedah dengan tahun-tahun sebelumnya, baik dari segi pembayaran maupun model
soal. Di tes ujian SBMPTN 2014 dibagi menjadi dua sesi.
Sesi pertama Tes Potensi Akademik (TPA) Sambil
gemetaran saya buka soal dengan menggunakan tangan kanan.
Bismillahirahmanirahim, untuk mengefisienkan waktu saya hanya focus disoal
tanpa melirik keteman-teman yang lain.
Dan menegerjakan soal-soal yang dianggap mudah, setelah saya baca soal
dan mengetahui jawabannya saya beri tanda dengan membundari dan ketika sudah
genap sekitar 10 nomor kemudian baru saya pindahkan di lembar jawaban. Dari sekian banyak nomor hanya
sedikit yang tidak kukerja, sayapun mengerjakan soal yang tidak kuketahui karena
system pengumpulan poinnya yaitu dengan plus (+) minus (-). Jawaban yang benar
dapat poin +3, semetara jawaban yang
salah -1 dan jawaban yang kosong (tidak diisi) dapat poin 0. Setelah waktu
berakhir sayapun bergegas mengumpul lembar jawaban dengan soal.
Selanjutnya istrahat
selama kurang lebih 30 menit, waktu yang diberikan saya gunakan untuk makan
snack (makanan ringan) disertai air Aqua botol dan pergi di Mushallah sekolah
karena waktu arah jarum jam sudah menunjukkan tanda waktu sholat dhuhur. Waktu
istirahat pun selesai dan menuju keruangan bersama dengan Muchtar. Sesi kedua
pun dimulai dengan mata pelajaran Soshum atau Sosiol Humaniora (Ips), taktik
yang saya gunakan pada tahap pertama sama dengan pada tahap kedua ini. Jumlah
soal ada 60 tiap-tiap mata pelajaran masing-masing 10 nomor. Ditahap yang kedua
ini yang menjadi kendala hanya di soal Bahasa Inggris dan Matematika karena
persiapanku sangat minim dipelajaran tersebut. Sehingga memutuskan hanya
mengerjaakan masing-masing 5 nomor dengan menggunakan sistem cenning-cenning ati (bahasa bugis) atau
sesuka hati. ketika waktu berakhir lembar jawaban dikumpul, sementara soal-soal
dikasih peserta sebagai bahan intropeksi.
Dan akhirnya kamipun
bergerak keluar dari ruangan yang disertai dengan rasa lega karena ujian
selesai dan hanya tinggal menunggu hasil jeripayah perjuangan. Saya bersama
dengan Muchtar merapat menuju ke tempat parkiran mengambil kendaraan dan
meninggalkan sekolah SMK KARTIKA untuk menuju ke rumah. Didalam perjalan yang
begitu macet, kami berbincang-bincang mengenai pengalaman yang kami dapatkan
pada saat ujian dan menceritakan seberapa besar peluang lulus di SBMPTN. Teman
saya mengatakan bahwa dia tidak yakin lulus (pesimis) karena soal yang begitu
rumit dan kurang persiapan. Sedangkan saya dengan bermodalkan persiapan selama
beberapa bulan, Insya Allah usaha akan berbanding lurus dengan hasil, dengan
penuh keyakinan (optimis) saya pasti bisa tersangkut di SBMPTN dan menjadi
salah satu mahasiswa baru 2014 di Universitas favorit.
Beberapa hari setelah ujian SBMPTN selesai, sebenarnya
saya masih mau menikmati suasana kota Makassar. Tapi kondisi yang kurang
mendukung, karena perlahan isi dompet mulai menipis dan bulan suci Ramadhan
semakin dekat. Yah begitulah kehidupan di kota, untuk mengisi perut semuanya
harus mengorek kocek (uang). Berbeda dengan di kampung semuanya tersedia di
alam tanpa harus mengeluarkan duit (money). Sorenya saya kumpulkan baju dan
celana untuk disatukan dalam wadah (bag). Subuhnya bangun sholat baru merapat
ke kampung halaman bersama dengan teman-teman. Didalam perjalanan kami
menyambut fajar dan menikmati panorama
yang begitu menakjubkan. Setelah melewati perbatasan Bone-Maros, kami sangat
antusias dan rasanya tidak sabar lagi untuk sampai di rumah dan bertemu dengan
kedua orang tua. Dan akhirnya sampai di rumah, orang tua menyambut dengan
senyuman kebahagiaan dan euphoria.
Sambil menunggu hasil pengumuman, eksistensiku
dikampung halaman tidak kusia-siakan dengan tinggal berdiam diri di rumah.
Sebagai keluarga petani tentu banyak pekerjaan berat yang menanti di kebun. Nah
untuk meringankan pekerjaan orang tua, ketika orang tua pergi di kebun saya pun
membuntutinya. Adapun pekerjaan yang sering kulakukan seperti membasmi hama
padi dengan cara menyemprot dengan berbagai campuran racun. Pekerjaan seberat
itu tentu tidak tega jika dikerjakan oleh orang tua yang sudah menua dan
kulitnya mulai keriput. Hari-hari saya lewati di kampung, tanpa kusadari pengumuman
hasil ujian semakin dekat. Dan akhirnya hari yang dinanti untuk semua pendaftar
SBMPTN telah tiba yaitu Rabu, 16 Juli 2014. Sayapun memutuskan baru membuka
websitenya pada saat malam.
Matahari mulai tenggelam di arah barat, yang
menandakan bahwa waktu magrib telah tiba dan buka puasa dimulai. Setelah
pengisian perut selesai yang seharian keroncongan, sebagai umat islam tentu ada
kewajiban yang mesti kita tunaikan dulu. Dan selanjutnya siap-siap menuju ke
Masjid untuk melaksanakan sholat sunnah tarawih. Akan tetapi sebelum ke masjid saya
putuskan untuk membuka dulu pengumuman. Dengan tubuh yang berdebar-debar,
sayapun mengambil handphone (Hp) kemudian membuka websitenya. www.pengumuman.sbmptn.or.id lalu muncullah sebuah kotak-kotak yang
mengingstruksikan untuk memasukkan nomor peserta disertai dengan tanggal lahir.
Yah data yang diminta telah kuinput, Nomor Peserta (214-82-00817) Tanggal Lahir
(080895).
Bismillahirahmanirahim, pada saat login pertama dan
kedua dataku tidak terbaca hanya di respon (data tidak valid), sambil jantung
berdebar-debar yang disertai keringat dingin dengan problem (masalah) tersebut.
Untuk yang ketiga kali ini, saya memasukkan data dengan teliti dan hati-hati.
Dan pada akhirnya dataku valid dan berhasil login, Alhamdulillah disitu
terterah “Selamat Anda Dinyatakan Lulus Sbmptn
Universitas Hasanuddin Makassar Jurusan Sosiologi”. Tiba-tiba aku melakukan
gerakan refleks dengan mengepalkan kedua tangan sambil mengatakan yes,
Alhamdulillah sebagai bentuk kesyukuran kepada sang Pencipta aku langsung sujud
syukur. Kemudian memanggil orang tua dan mengatakan “Ma’e luluska di Unhas”
yang kebetulan orang tua tidak menyahut karena dalam keadaan bersujud kepada
Allah SWT. Selesai sholatnya baru merespon yang disertai dengan ekspresi
bahagia.
Yah malam tersebut aku senang sekali, sebab impianku
kuliah di Universitas terbaik di Indonesia Timur tinggal selangkah lagi.
Meskipun hanya lulus dipilahan kedua, tapi justru aku lebih senang karena itu
memang yang menjadi prioritasku (Sosiologi), jurusan yang identic sebagai
Dokter Masyarakat. Sekali lagi aku senang sekali bisa lulus di jurusan yang
mulai sejak kelas satu Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi pelajaran yang
kunanti-nanti jam belajarnya. Sebagai bentuk penghomatan saya menelpon teman
yang selalu memotivasi, bahwa saya berhasil memecahkan soal dan berhasil tembus
di SBMPTN. Langkah kaki menuju masjid terasa ringan karena diiringi dengan rasa
kebahagiaan. Namun, kebahagiaan tersebut terasa kurang lengkap, karena diatara
delapan orang seperjuangan yang mengikuti tes hanya dua yang lulus.
keesokan harinya saya disibukkan dengan mengurus
berkas pendaftaran ulang. Dilampiran persyaratannya banyak sekali yang harus
kita lengkapi, mulai dari surat keterangan tidak mampu, surat keterangan
penghasilan orang tua, foto copy kartu keluarga, foto rumah diambil dari empat
sisi, dan lain sebagainya. Setelah berkas lengkap saya pun berangkat ke
Makassar. Setelah sampai ke Makassar ternyata ada berkasku yang tidak lengkap,
kemudian saya telpon temanku yang waktu itu masih dikampung. Dialah yang
mengurus berkas tersebut di Sekolah. Tapi temanku mengalami kesulitan karena
staff sekolah tidak mau keluarkan Surat Keterangan Tidak Mampu karena pihak
yang terkait “penulis” tidak ada. Jadi saya diharuskan pulang jika mau
mengambil surat tersebut. Tapi saya mengalami kendala untuk pulang, selain
karena waktu yang mepet juga kondisi keuangan yang kurang memadai.
Jalan satu-satunya meminta tolong kepada guru agar
kiranya memberi bantuan untuk pengurusan berkas, akan tetapi tidak mendapatkan
hasil apa-apa, sebab yang berhak mengeluarkan surat tersebut adalah staff.
Penulis pun dibuat pusing dengan kendala tersebut berbagai cara kulakukan tidak
ada hasil apa-apa. Cara selanjutnya yaitu menelpon keluarga untuk membujuk
staff sekolah, ditelponlah staff tersebut. Dan kebetulan tanteku (Kamasia) yang
menelpon dan memiliki hubungan dekat dengan staff sekolah. Selanjutnya tanteku
melobi-lobi dengan menerapkan komunikasi efektif (effective communication),
Alhamdulillah akhirnya dia berhasil meluluhkan hati staff sekolahku yang
berujung dikeluarkannya Surat Keterangan Tidak Mampu.
Setelah berkas sudah lengkap, besoknya tanggal 23 Juli
2014, saya bersama dengan temanku (Aswar) merapat ke Kampus dengan memakai
kostum hitam putih untuk verifikasi berkas. Setelah mendapat giliran, berkas
saya serahkan kepada penguji dan berhasil mendapatkan golongan paling rendah
yaitu UKT I (Uang Kuliah Tunggal) sebesar Rp 500.000,-. Kegembiraan tidak hanya
sampai disitu, untuk mahasiswa baru yang mendapatkan golongan UKT I dan UKT II
diberikan rekomendasi dan diwajibkan mendaftar beasiswa Bidik misi. Yah,
lagi-lagi aku senang sekali itu berarti bahwa untuk mewujudakan impianku untuk
mendapatkan beasiswa Bidikmisi terbuka dengan lebar. Saya pun mengambil
formulir pendaftarannya dan mengisinya, setelah berkas sudah lengkap
selanjutnya dibawah di Kemahasiswaan Pusat.
Keesokan harinya kami kembali ke daerah karena urusan
sudah selesai dan hanya tinggal menunggu jadwal selanjutnya. Beberapa hari
dikampung ada pengumuman bahwa pada tanggal 18 Agustus 2014 ada jadwal P2MB
(Penerimaan dan Pembekalan Mahasiswa Baru). Pertemuan pertama bersama dengan
Maba Unhas sangat berkesan, di dalam Baruga Pettarani Unhas kami bertemu dengan
teman-teman seangkatan. Di dalam gedung tersebut penuh dengan kepala botak dan
jas merah membarah. Setelah selesai P2MB tingkat Universitas, hari selanjutnya
beralih ketingkat Fakultas. Dan keesokan harinya beralih ketingkat jurusan.
Diruangan 104 FIS III yang menjadi saksi bisu eksistensi pertama kami bersama
dengan teman-teman baru dan sekaligus
keluarga baru kami di jurusan Sosiologi. Setelah P2MB selesai, tepatnya tanggal
25 Agustus 2014 merupakan kuliah perdana kami. Sekitar satu bulan berjalan
kuliah, akhirnya pengumuman penerima beasiswa Bidikmisi pun keluar dan
Alhamdulillah namaku terterah dengan jelas yang disertai dengan NIM (Nomor
Induk Mahasiswa). Rasa senang yang disertai dengan kesyukuran saya curahka
kepada Allah SWT. karena telah memberikan amanah sebagai Mahasiswa yang
dibiayai oleh Negara sampai sarjana “S1”.
Sebagai kesimpulan bahwa jangan pernah menjadikan
ekonomi sebagai alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan, sekalipun orang tua
kita hanya berpenghasilan yang kurang mencukupi atau bahkan kita hanya hidup
sebatang kara. Yah, meskipun kita tidak bisa pungkiri bahwa ekonomi itu sangat
urgen, akan tetapi perlu kita pahami bersama bahwa Tuhan itu Maha Kaya. Jika
kita mau bersungguh-sungguh menuntut ilmu Insya Allah disetiap masalah pasti
selalu ada terselip jalan keluar yang tidak bisa kita duga-duga arah datangnya.
Dan ketika menghadapi masalah maka janganlah langsung putus asa, karena bisa
jadi itu lebih baik dari pada apa yang kita harapkan. Salam hormat dari Penulis
Bagas Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fisip Unhas